Jumat, 08 Juli 2011

Untukmu (Konon Kau Adalah Dewi Hujan)

Untuk puisi ini, ijinkanlah saya sedikit membuka "dapur" kawan :)...
Puisi ini saya ciptakan untuk seorang sahabat sekaligus saudara bagi saya. 
Stanley Reza Andhika, itulah nama indah yang tersemat baginya. Namun, akhir-akhir ini dia lebih suka dipanggil "Jumali". Dia adalah sahabat yang saya kenal sebagai seseorang yang memiliki rasa ingin tahu tinggi dan haus akan ilmu pengetahuan. Bahkan, saya sempat terbelalak melihat rasa hausnya yang seolah akan menenggak samudra ilmu sendirian. Salut Jumali! Tenggaklah semampumu! Semangat! (disamping saya yang selalu hobi mengacaukan kegiatannya, haha... Biasakanlah, be strong brother, hehe...)

Satu hal yang sangat menarik dari si Jumali ini adalah sosok Dewi Hujan. Ya, dia sangat mencintai dan merindukan Dewi Hujan kawan! Semua kisahnya tertutur untuk Dewi Hujan di urutan pertama, dan tentunya untuk kita juga sebagai penikmat sastra. Mungkin warna yang Jumali tawarkan beserta tuturnya yang unik kepada Sang Dewi Hujan akan benar-benar membekas di hati kita kawan, selamanya... Anda penasaran? silahkan anda berkunjung ke blog miliknya di sini.

Nb: Sten, puisi ini secara khusus kupersembahkan untukmu yang setia menunggu Dewi Hujan... dan sedikit bagian untukku tentunya (tenang, kita memiliki Dewi Hujan yang berbeda kok, hehe :p)...



Untukmu (Konon Kau Adalah Dewi Hujan)


gerutu-gerutu itu mulai luntur
menguap? mungkin
lumpur-lumpur membatu, cadas
debu menjadi kabut hari


perlahan daun-daun bercerai-berai
tinggalkan kecupan terakhir untuk sang ranting, meluruh...
sebagian tumbang dalam dahaga
memeluk bumi pertiwi, melebur...


memekik membahana langit
sang elang yang berwajah garang berubah pilu
rindu...
ya, nyanyian rindu yang ngilu...
berputar dan menjelajahi angkasa...
berharap bertemu yang membuat hatinya menderu,
Dewi Hujan...


dan dia pun masih duduk memejamkan matanya, 
di atas kursi goyangnya yang mendayu...
masih menunggu...
rinai yang mendinginkan gerah dunia...
bulir jernih tertapis awan...
konon, terselip di dalamnya jutaan malaikat memainkan harmoni nada...
nada rindu...
nada yang dulu mengiringinya menari bersama
Dewi Hujan...
lebur dan haru...


ah, kenapa aku selalu menjadi pemahat kisahnya?
kini tiba saatnya untukku menari bersamanya...
sang Dewi Hujan...


Jember, 9 Juli 2011





7 komentar:

  1. pancen penulis puisi handal mas iki :D

    BalasHapus
  2. puh, pancen pujangga asli mas iki!! aku sampe speechless... numpang tak pos di fb ku :))

    BalasHapus
  3. @ nuran: puisi kacangan iku :D
    @ jumali: ah, aku bukan apa2 dibanding sang pujangga yang karya sudah dimuat di radar :P

    BalasHapus
  4. Jumali, jangan berhenti menulis..

    BalasHapus
  5. wah, ada masbro :)... sepakat aku karo masbro ;)...

    BalasHapus
  6. bagus puisinya patut di lombakan nih hehe..bagus puisinya patut di lombakan nih hehe..

    BalasHapus
  7. @ bro yayack: terima kasih apresiasinya :)... hanya puisi iseng kok :), masih belum pantas ikut lomba (sebenernya gak pede juga sih, hehe)...
    btw, salam kenal dan persaudaraannya...

    BalasHapus